My Blog List

My Blog List

album lajnah tarbiah

Monday 1 October 2012

Siri tarbiyah kawasan ke-10 “Al-A’fat A’la Thorit “ WABAK KELAPAN Bhg 1



RIYA’ DAN SUM‘AH

Penyakit kelapan yang sering melanda para aktivis adalah riya’ dan sum‘ah. Islam telah memberikan gambaran penyakit ini dengan jelas, baik pengaruh mahupun jalan menjauhkan diri darinya.

Pengertian Riya’ dan Sum‘ah

Makna secara bahasa, riya’ bererti ru’yah. Dikatakan ara‘a rajul, jika menampakkan amalan solehnya agar dilihat oleh manusia. Firman Allah:
الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ
“Orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”                                                                          (al-Ma‘un:6-7)

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِن دِيَارِهِم بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia...”                                                                                    (al-Anfal:47)

Sedangkan sum‘ah dari kata sama’. Manusia diperdengarkan perkara yang telah dilakukannya atau menampakkannya setelah sebelum itu menyembunyikannya.[1]

Makna secara istilah, Allamah Izzudin bin Abdus Salam membezakan antara riya’ dan sum‘ah dengan penyataannya, “Riya’ adalah sekiranya ia beramal untuk selain Allah, sedang sum‘ah adalah sekiranya ia menyembunyikan amalannya untuk Allah tetapi kemudian memperbincangkannya kepada orang lain. Seakan-akan ia berpendapat bahawa riya’ seluruhnya tercela sedangkan sum‘ah mungkin tercela ketika membicarakannya kepada orang lain yang bertujuan untuk mendapat sanjungan. Ia akan terpuji jika bertujuan untuk mendapatkan sanjungan dan keredhaan Allah.” Perkara yang dikatakan oleh Ibnu Abdus Salam dibenarkan oleh nas-nas syarie sebagaimana Allah S.W.T berfirman:

“Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian membatalkan sedekah kalian dengan mengungkit-ungkit dan menyakitkan seperti orang yang menafkahkan hartanya agar dilihat orang lain.”

Rasulullah S.A.W juga bersabda:

“Barangsiapa sum‘ah, Allah akan sum‘ah terhadap dirinya dan barangsiapa riya’, maka Allah akan riya’ terhadap dirinya. Sesungguhnya hal yang paling aku khuatirkan pada kalian adalah syirik kecil.”

Mereka bertanya, “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Baginda menjawab,

“Riya’, Allah S.W.T akan mengatakan pada hari kiamat pada saat memberi balasan amal kepada hamba-hambaNya, “Pergilah kepada yang kalian perlihatkan amal kalian kepadanya di dunia, lalu lihatlah apakah kalian mendapat balasan di sisi mereka?”

Rasulullah S.A.W mendengar seseorang sedang membaca dan meninggikan suaranya dalam zikir lalu mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah orang yang banyak bertaubat” ternyata ia adalah Miqdad bin Aswad.

Penyebab Riya’ dan Sum‘ah

Riya’ dan sum‘ah terjadi kerana beberapa sebab, diantaranya:

1.        Faktor keturunan
Ada anak membesar dalam asuhan sebuah rumah tangga yang memiliki kesenangan riya’ atau sum‘ah. Dia hanya meniru dan menceritakan sahaja tetapi lama kelamaan wabak ini mengakar dalam jiwanya sehingga jadilah ia seperti satu bahagian yang tidak terpisah darinya. Barangkali inilah rahsia Islam mewasiatkan agar agama menjadi asas perkahwinan. Rasulullah S.A.W mengatakan:

“Pilihlah perempuan yang beragama nescaya engkau akan beruntung. Dan apabila datang kepada kalian orang yang kalian terima akhlak dan agamanya, maka nikahkanlah dia.”

2.        Teman yang buruk
Ada persahabatan yang kelakunya hanya riya’ dan sum‘ah sehingga ia meniru dan mengikuti mereka. Apatah lagi jika ia memiliki keperibadian yang lemah akan mudah terpengaruh oleh orang lain. Lama-kelamaan penyakit ini semakin teguh dan menjadi sifat keperibadiannya. Inilah rahsia penyakit yang telah dikemukakan berupa pentingnya persahabatan yang baik, menghormati syariat Allah dan mengerjakannya.


3.        Tidak mengenal Allah secara hakiki
Tidak mengenal Allah secara hakiki dapat menjadi penyebab yang membangkitkan riya’ dan sum‘ah. Kerana kurang mengenal Allah menyebabkan orang tidak menghargai-Nya dengan penghargaan yang sewajarnya. Selanjutnya akan menganggap bahawa semua makhluk akan dapat menyebabkan kemudaratan atau kemanfaatan sehingga ia berusaha untuk riya’ dan sum‘ah kepada mereka. Dengan tujuan agar mereka memberikan sesuatu yang menurut anggapannya dimiliki oleh makhluk-makhluk itu. Inilah rahsia Islam mengajak manusia mengenal Allah.

“Kerana itu maka ketahuilah bahawasanya tidak ada tuhan melainkan Allah.”

Al-Qur‘an yang diturunkan di Makkah dan dakwah Rasulullah S.A.W pada period Makkah, memfokuskan pada pengenalan konsep dasar aqidah agar mengakar di dalam jiwa.
 
4.        Keinginan terhadap kebenaran dan kedudukan
Keinginan untuk menjadi terkenal atau memiliki kedudukan sering mendorong terjadinya riya’ atau sum‘ah. Orang-orang yang memegang kebijakan percaya kepadanya dan mengangkatnya pada kedudukan terhormat. Inilah rahsia Islam menekankan untuk menguji seseorang sebelum memberi kepercayaan kepada mereka. Apatah lagi jika mereka memiliki kemungkinan untuk berbuat hal yang demikian itu. Allah SWT berfirman:

“Dan ujilah anak-anak yatim itu hingga apabila mereka mencapai usia nikah. Jika kalian telah mengetahui ada kedewasaan pada mereka maka berikanlah kepada mereka harta mereka.”

“Wahai orang-orang beriman, jika datang kepadamu perempuan-perempuan beriman yang muhajirat maka ujilah mereka.”

5.        Menginginkan sesuatu yang ada di tangan orang lain
Keinginan terhadap sesuatu yang dimiliki orang lain dan dambaan terhadap dunia, kadang mendorong seseorang untuk berbuat riya’ atau sum‘ah. Ini agar orang percaya dan menaruh hati kepadanya sehingga mereka memberikan sesuatu yang dapat memenuhi kantong bajunya dan mengenyangkan perutnya. Dalam pertanyaan seorang badawi kepada Nabi S.A.W:

“Orang yang berperang untuk mendapat ghanimah.....”

Dan dalam hadisnya yang lain:

“Barangsiapa berperang hanya untuk mendapatkan rampasan, maka ia akan mendapatkan apa yang ia niatkan.”

Terdapat isyarat yang sangat jelas kepada faktor ini.

6.        Kepuasan naluri senang dipuji atau disanjung
Senang dipuji atau disanjung dapat mendorong seseorang untuk berbuat riya’ atau sum‘ah. Ia menjadi perbincangan semua orang dan dibicarakan di berbagai forum sehingga jiwanya melambung ~ na‘uzubillah ~. Kepada sebab inilah, lanjutan hadis di atas mensyaratkan:

“...dan orang yang berperang untuk disebut-sebut, berperang agar kedudukannya diketahui, siapakah di antara mereka yang di jalan Allah...”

7.        Penilaian ketat dari pemegang tanggung jawab
Ketatnya penilaian yang dilakukan oleh seorang mas‘ul (pemimpin) kadang terjadi penyebab timbulnya riya’ dan sum‘ah. Apatah lagi jika kemahuan telah melemah dan tekad sudah mengendur. Dengan riya’ dan sum‘ahnya, ia berusaha untuk menutupi kelemahan dan kekendurannya. Benarlah Rasulullah S.A.W yang tidak berkata-kata berdasarkan nafsu, saat mengatakan kepada Aisyah:

“Sesungguhnya kelembutan tidak terdapat dalam sesuatu kecuali menghiasinya dan tidak mencabut dari sesuatu kecuali membuatnya cacat.”

8.        Ketakjuban orang yang mengetahui amal-amalnya
Ketakjuban orang kepada diri dan amal yang dilakukannya, kadang membangkitkan riya’ dan sum‘ah agar ketakjuban itu semakin bertambah. Untuk melindungi manusia dari penyakit ini, Islam melarang menampakkan ketakjuban pada seseorang. Misalnya dengan mengucap, “Saya kira si fulan begini, tetapi Allahlah yang lebih tahu, aku tidak mencadangkan sesiapapun di hadapan Allah.”

9.        Takut pandangan orang, terutama teman-teman terdekat
Takut pandangan orang, terutama teman-teman terdekat kadang menjadi punca lahirnya riya’ dan sum‘ah sehingga ia tampil di hadapan mereka dengan cara yang melegakan untuk menghentikan pandangan mereka. Tapi kalau sedang sendirian ia menodai kesucian Allah:

“Mereka takut kepada manusia dan tidak takut kepada Allah padahal Ia (selalu) bersama mereka ketika mereka mengucapkan kata-kata yang tidak diredhai-Nya. Dan adalah Allah Maha Meliputi perkara yang mereka perbuat.”

10.     Lalai terhadap pengaruh yang ditimbulkan oleh riya’ dan sum‘ah
Kadang manusia lalai terhadap pengaruh yang ditimbulkan oleh riya’ dan sum‘ah. Mereka tidak sedar bahawa hal itu dapat menyebabkan lahirnya riya’ dan sum‘ah. Kerana orang yang lalai terhadap akibat suatu hal tertentu, terutama apabila akibat itu berbahaya, biasanya ia melakukan sesuatu itu dengan konsisten hingga perkara yang dilakukannya menjadi sifatnya.



[1] Lisanul ‘Arab, 8/165, 14/296

No comments:

Post a Comment