RIYA’ DAN SUM‘AH
Penyakit kelapan yang sering melanda
para aktivis adalah riya’ dan sum‘ah. Islam telah memberikan gambaran penyakit
ini dengan jelas, baik pengaruh mahupun jalan menjauhkan diri darinya.
Pengertian Riya’
dan Sum‘ah
Makna secara
bahasa, riya’ bererti ru’yah. Dikatakan ara‘a rajul, jika menampakkan amalan
solehnya agar dilihat oleh manusia. Firman Allah:
الَّذِينَ
هُمْ يُرَاءُونَ
“Orang-orang
yang berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (al-Ma‘un:6-7)
وَلَا
تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِن دِيَارِهِم بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ
“Dan
janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan
rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia...” (al-Anfal:47)
Sedangkan sum‘ah
dari kata sama’. Manusia diperdengarkan perkara yang telah dilakukannya atau
menampakkannya setelah sebelum itu menyembunyikannya.[1]
Makna secara
istilah, Allamah Izzudin bin Abdus Salam membezakan antara riya’ dan sum‘ah
dengan penyataannya, “Riya’ adalah sekiranya ia beramal untuk selain Allah,
sedang sum‘ah adalah sekiranya ia menyembunyikan amalannya untuk Allah tetapi
kemudian memperbincangkannya kepada orang lain. Seakan-akan ia berpendapat
bahawa riya’ seluruhnya tercela sedangkan sum‘ah mungkin tercela ketika
membicarakannya kepada orang lain yang bertujuan untuk mendapat sanjungan. Ia
akan terpuji jika bertujuan untuk mendapatkan sanjungan dan keredhaan Allah.”
Perkara yang dikatakan oleh Ibnu Abdus Salam dibenarkan oleh nas-nas syarie sebagaimana
Allah S.W.T berfirman:
“Wahai
orang-orang beriman, janganlah kalian membatalkan sedekah kalian dengan
mengungkit-ungkit dan menyakitkan seperti orang yang menafkahkan hartanya agar
dilihat orang lain.”
Rasulullah S.A.W
juga bersabda:
“Barangsiapa
sum‘ah, Allah akan sum‘ah terhadap dirinya dan barangsiapa riya’, maka Allah
akan riya’ terhadap dirinya. Sesungguhnya hal yang paling aku khuatirkan pada
kalian adalah syirik kecil.”
Mereka bertanya,
“Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Baginda menjawab,
“Riya’,
Allah S.W.T akan mengatakan pada hari kiamat pada saat memberi balasan amal
kepada hamba-hambaNya, “Pergilah kepada yang kalian perlihatkan amal kalian
kepadanya di dunia, lalu lihatlah apakah kalian mendapat balasan di sisi
mereka?”
Rasulullah S.A.W
mendengar seseorang sedang membaca dan meninggikan suaranya dalam zikir lalu
mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah
orang yang banyak bertaubat” ternyata ia adalah Miqdad bin Aswad.
Penyebab Riya’
dan Sum‘ah
Riya’ dan sum‘ah terjadi kerana
beberapa sebab, diantaranya:
1.
Faktor keturunan
Ada anak membesar
dalam asuhan sebuah rumah tangga yang memiliki kesenangan riya’ atau sum‘ah.
Dia hanya meniru dan menceritakan sahaja tetapi lama kelamaan wabak ini
mengakar dalam jiwanya sehingga jadilah ia seperti satu bahagian yang tidak
terpisah darinya. Barangkali inilah rahsia Islam mewasiatkan agar agama menjadi
asas perkahwinan. Rasulullah S.A.W mengatakan:
“Pilihlah
perempuan yang beragama nescaya engkau akan beruntung. Dan apabila datang
kepada kalian orang yang kalian terima akhlak dan agamanya, maka nikahkanlah
dia.”
2.
Teman yang buruk
Ada persahabatan
yang kelakunya hanya riya’ dan sum‘ah sehingga ia meniru dan mengikuti mereka.
Apatah lagi jika ia memiliki keperibadian yang lemah akan mudah terpengaruh
oleh orang lain. Lama-kelamaan penyakit ini semakin teguh dan menjadi sifat
keperibadiannya. Inilah rahsia penyakit yang telah dikemukakan berupa
pentingnya persahabatan yang baik, menghormati syariat Allah dan
mengerjakannya.
3.
Tidak mengenal Allah secara hakiki
Tidak mengenal
Allah secara hakiki dapat menjadi penyebab yang membangkitkan riya’ dan sum‘ah.
Kerana kurang mengenal Allah menyebabkan orang tidak menghargai-Nya dengan
penghargaan yang sewajarnya. Selanjutnya akan menganggap bahawa semua makhluk
akan dapat menyebabkan kemudaratan atau kemanfaatan sehingga ia berusaha untuk
riya’ dan sum‘ah kepada mereka. Dengan tujuan agar mereka memberikan sesuatu
yang menurut anggapannya dimiliki oleh makhluk-makhluk itu. Inilah rahsia Islam
mengajak manusia mengenal Allah.
“Kerana
itu maka ketahuilah bahawasanya tidak ada tuhan melainkan Allah.”
Al-Qur‘an yang diturunkan
di Makkah dan dakwah Rasulullah S.A.W pada period Makkah, memfokuskan pada
pengenalan konsep dasar aqidah agar mengakar di dalam jiwa.
4.
Keinginan terhadap kebenaran dan
kedudukan
Keinginan untuk
menjadi terkenal atau memiliki kedudukan sering mendorong terjadinya riya’ atau
sum‘ah. Orang-orang yang memegang kebijakan
percaya kepadanya dan mengangkatnya pada kedudukan terhormat. Inilah rahsia
Islam menekankan untuk menguji seseorang sebelum memberi kepercayaan kepada
mereka. Apatah lagi jika mereka memiliki kemungkinan untuk berbuat hal yang demikian
itu. Allah SWT berfirman:
“Dan
ujilah anak-anak yatim itu hingga apabila mereka mencapai usia nikah. Jika
kalian telah mengetahui ada kedewasaan pada mereka maka berikanlah kepada
mereka harta mereka.”
“Wahai
orang-orang beriman, jika datang kepadamu perempuan-perempuan beriman yang
muhajirat maka ujilah mereka.”
5.
Menginginkan sesuatu yang ada di
tangan orang lain
Keinginan terhadap
sesuatu yang dimiliki orang lain dan dambaan terhadap dunia, kadang mendorong
seseorang untuk berbuat riya’ atau sum‘ah. Ini agar orang percaya dan menaruh
hati kepadanya sehingga mereka memberikan sesuatu yang dapat memenuhi kantong
bajunya dan mengenyangkan perutnya. Dalam pertanyaan seorang badawi kepada Nabi
S.A.W:
“Orang yang berperang untuk mendapat ghanimah.....”
Dan dalam hadisnya
yang lain:
“Barangsiapa
berperang hanya untuk mendapatkan rampasan, maka ia akan mendapatkan apa yang
ia niatkan.”
Terdapat isyarat
yang sangat jelas kepada faktor ini.
6.
Kepuasan naluri senang dipuji atau
disanjung
Senang dipuji atau
disanjung dapat mendorong seseorang untuk berbuat riya’ atau sum‘ah. Ia menjadi
perbincangan semua orang dan dibicarakan di berbagai forum sehingga jiwanya
melambung ~ na‘uzubillah ~. Kepada sebab inilah, lanjutan hadis di atas
mensyaratkan:
“...dan
orang yang berperang untuk disebut-sebut, berperang agar kedudukannya
diketahui, siapakah di antara mereka yang di jalan Allah...”
7.
Penilaian ketat dari pemegang
tanggung jawab
Ketatnya penilaian
yang dilakukan oleh seorang mas‘ul (pemimpin) kadang terjadi penyebab timbulnya
riya’ dan sum‘ah. Apatah lagi jika kemahuan telah melemah dan tekad sudah
mengendur. Dengan riya’ dan sum‘ahnya, ia berusaha untuk menutupi kelemahan dan
kekendurannya. Benarlah Rasulullah S.A.W yang tidak berkata-kata berdasarkan
nafsu, saat mengatakan kepada Aisyah:
“Sesungguhnya
kelembutan tidak terdapat dalam sesuatu kecuali menghiasinya dan tidak mencabut
dari sesuatu kecuali membuatnya cacat.”
8.
Ketakjuban orang yang mengetahui
amal-amalnya
Ketakjuban orang
kepada diri dan amal yang dilakukannya, kadang membangkitkan riya’ dan sum‘ah
agar ketakjuban itu semakin bertambah. Untuk melindungi manusia dari penyakit
ini, Islam melarang menampakkan ketakjuban pada seseorang. Misalnya dengan
mengucap, “Saya kira si fulan begini, tetapi Allahlah yang lebih tahu, aku
tidak mencadangkan sesiapapun di hadapan Allah.”
9.
Takut pandangan orang, terutama
teman-teman terdekat
Takut pandangan
orang, terutama teman-teman terdekat kadang menjadi punca lahirnya riya’ dan
sum‘ah sehingga ia tampil di hadapan mereka dengan cara yang melegakan untuk
menghentikan pandangan mereka. Tapi kalau sedang sendirian ia menodai kesucian
Allah:
“Mereka
takut kepada manusia dan tidak takut kepada Allah padahal Ia (selalu) bersama
mereka ketika mereka mengucapkan kata-kata yang tidak diredhai-Nya. Dan adalah
Allah Maha Meliputi perkara yang mereka perbuat.”
10.
Lalai terhadap pengaruh yang
ditimbulkan oleh riya’ dan sum‘ah
Kadang manusia
lalai terhadap pengaruh yang ditimbulkan oleh riya’ dan sum‘ah. Mereka tidak
sedar bahawa hal itu dapat menyebabkan lahirnya riya’ dan sum‘ah. Kerana orang
yang lalai terhadap akibat suatu hal tertentu, terutama apabila akibat itu
berbahaya, biasanya ia melakukan sesuatu itu dengan konsisten hingga perkara
yang dilakukannya menjadi sifatnya.
No comments:
Post a Comment